Ambar selalu berdoa kepada Tuhan agar permintaannya
dikabulkan. Siang dan malam ia lantunkan tanpa mengenal asa. Doanyapun semakin
khusyuk ketika dilantunkan di Tanggal 1 di Bulan Juni. Hari itu adalah hari
dimana doa terasa lebih spesial, karena Ambar akan meniupkan 9 buah lilin
setelah ia berdoa. Dan hari itu, jatuh pada esok hari.
Ambar berjanji kepada Tuhan untuk tidak memberitahu kepada
siapapun apa yang ia minta, bahkan kepada kakeknya, satu-satunya keluarga yang
ia punya. Ini rahasianya dengan Tuhan. Ini kongsinya dengan Tuhan. Ambar takut
jika ia memberitahu apa permintaannya, kakek pasti akan mengabulkannya. Ambar
takut kakeknya repot karena dirinya.
Seperti Ambar yang tidak pernah putus asa berdoa kepada
Tuhan, kakek pun tidak pernah menyerah bertanya kepada Ambar, apa yang ia minta
kepada Tuhan setiap harinya, hingga tangannya yang meminta selalu bergetar.
Bagaimanapun juga, Kakek ingin menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk
mengabulkan doa Ambar. Apapun akan ia berikan untuk Ambar, keluarga satu-satunya
yang ia miliki. Kakek berjanji didalam hatinya. Kakek berjanji pada Tuhan.
Inilah kongsi kakek dengan Tuhan.
Pernah suatu waktu kakek Ambar bertanya kepadanya, “Ambar apa
isi doamu? Bolehkah kakek tahu atau setidaknya kasih kakek satu Clue”. Ambar menjawab dengan lantang
“Aku ingin kakek berhenti bertanya mengenai rahasiaku dengan Tuhan”. Inilah
satu-satunya jawaban Ambar yang ia berikan dalam bentuk kalimat. Karena 1001
yang lalu kakek bertanya, dan 1001 itu pula Ambar hanya menjawab dengan
senyuman.
***
Hari ini Ambar sibuk menyiapkan gaun merah kesayangannya
untuk dipakai esok hari dalam perkongsiannya yang spesial dengan Tuhan. Ambar
selalu berpikir, Tuhan akan senang sekali jika Ambar memakai baju terbaiknya
dalam berdoa. Ambar sibuk sekali hari ini.
Tidak hanya Ambar,
kakek juga sibuk sekali hari ini. Sibuk memikirkan apa kado terbaik yang akan
dia berikan untuk Ambar. Sibuk mengeluarkan usaha terbaiknya dalam menebak apa
yang ada didalam doa anak berumur 9 tahun.
Dua Tahun lalu, kakek memberikan Ambar boneka beruang yang
sangat besar, tetapi Ambar hanya membalas dengan ucapan terimakasih. Keesokan
harinya Ambarpun kembali berkongsi dengan Tuhan. Tahun lalu, kakek juga
memberikan Ambar hadiah, sebuah Kotak Musik yang ia beli di Pasar Malam. Namun,
reaksi Ambar sama seperti tahun sebelumnya.
***
Kakek sudah memutuskan apa yang akan dia berikan kepada
Ambar. Sebuah keputusan yang hampir mustahil ia ambil. Namun, hatinya
mengatakan bahwa inilah yang diinginkan Ambar dan kakek percaya bahwa hati
tidak pernah bohong. Kali ini, kakek memilih hati yang berbicara, hati yang
memutuskan.
***
9 buah lilin sudah tertata dengan rapih berjejer diatas kue
Ulang tahun Ambar. Gaun merah cantiknya pun sudah ia kenakan. Tanda ia siap
untuk menghaturkan doa dan meniup 9 buah lilin.
Namun, keadaan kakek tidak seperti Ambar. Kakek sedang
was-was dan panik, takut jika Ambar tidak menyukai dan sedih dengan hadiah yang
ia berikan. Hadiah yang ia putuskan dengan segenap kepercayaan kepada hatinya.
Ambar siap berdoa. Berdoa dengan khusyuk dan dalam. Berharap
tahun ini dia mendapatkan apa yang dia minta. Maka ia berdoa, dengan setulus
hati kecilnya. Lalu Ambar tersenyum dan meniup 9 buah lilin yang berjejer
diatas kue ulang tahunnya.
Kakek menghampiri Ambar, lalu menggendongnya ke halaman luar.
Ambar melihat sebuah sepeda berdiri dengan gagahnya didekat gerbang pintu.
Seutas tali merah menghiasai sepeda Ambar. Mempercantik penampilannya yang
gagah.
Semua tamu hening, dan kakekpun tidak bisa menahan tangisnya.
Bagaimanapun juga, semua tahu bahwa Ambar kehilangan kakinya akibat tertabrak
sebuah sepeda. Tukang roti yang mengantuk menabrak Ambar hingga ia terjatuh.
Tidak keras, namun Ambar tidak sempat untuk berdiri karena sebuah sepeda berada
diatas kakinya. Lalu datanglah sebuah truk yang tidak melihat ada Ambar yang
tergeletak disana dan Tukang roti tidak diberikan waktu untuk menolong Ambar yang
kakinya terjepit sepeda miliknya.
Ambar lalu tersenyum dan bergumam “Terimakasih Tuhan, kau
mengabulkan doaku, kini aku tak punya hutang lagi kepada Tukang Roti, yang
hancur sepedanya karena aku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar