Selasa, 22 Oktober 2013

Ganteng

Saya bekerja diantara 80 Bapak-bapak yang hampir semuanya brengsek. Dari yang genit biasa, selingkuh sana sini, punya istri lebih dari 1, dan apapun lah yang bisa dikategorikan tidak baik. Bahkan yang punya istri lebih dari 1 sudah tidak bisa dihitung dengan jari saya. Padahal ya, 99% dari mereka mukanya pas-pasan yang merujuk ke tidak ganteng.

Ironisnya,

Ada 1 orang yang paling ganteng di kantor (mungkin satu-satunya yang ganteng), seorang bapak muda, justru merupakan orang yang paling tidak macam-macam. Bahkan sudah tidak diragukan lagi identitas Family Man- nya dia. Telat 5 menit pulang saja membuat dia merasa bersalah kepada anaknya. Bahkan ia pernah menolak kerja di Qatar dengan gaji 40 Juta/bulan, karena alasan istrinya tidak mau. “Buat apa saya kerja jauh-jauh, gaji gede, kalau istri saya tidak senang, padahal kan gajinya juga buat dia dan anak-anak” itu perkataanya pada saya waktu itu.

Padahal jika dia mau, puluhan wanita juga bisa takluk dengan orang yang ganteng dan pintar seperti dia. Namun hebatnya, dia tidak memilih pilihan itu.

Entah mengapa sedari dulu, saya tidak percaya dengan orang yang ganteng. Kalau saya lagi kesengsem sama orang yang ganteng, biasanya malah sibuk denial dan mikirnya. Sibuk memikirkan tingkat pemanfaatan kegantengannya untuk hal yang saya anggap tidak baik. Intinya gak percaya aja. Makanya, dari dulu saya sukanya kesengsem sama orang yang manis, bukan yang ganteng.

Namun, bapak muda ini mengejawantahkan kepercayaan saya tersebut. Beruntung sekali ya istrinya.

Tuh kan ci, you still a kindergarden student who judge the book by it’s cover.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar