Minggu, 25 April 2010

CBM oh CBM

--> --> -->
Gara-gara miris melihat blog yang isinya hanya celotehan tidak penting saja, maka dari itu saya memutuskan untuk membuat tulisan yang sedikit penting *lumayan ada kenaikan*. Hahahaha. Disini saya mau membahas sedikiiiitt mengenai “sesuatu” yang menghantui, membayangi, dan membuat saya ingin kayang di semester ini. Nah? Apa hubungannya CBM sama kayang??. Yup, soalnya penelitian saya berhubungan sekali dengan CBM ini….
So, apa sih CBM itu??
Coalbed methane adalah gas metana yang terkandung dalam batubara yang terperangkap dalam micropore atau pori-pori batubara melalui proses microbial (biogenic) atau panas (thermogenic) selama proses pembentukan batubara. Letaknya yang dalam (500-1500 m) mengakibatkan penambangan batubara sulit dilakukan. Selain itu, kandungan gas metana yang tinggi dapat membahayakan penambangan.
Indonesia memiliki cadangan CBM yang cukup besar untuk dikelola, yaitu sebesar 450 TCF yang tersebar dalam 11 coal basin dengan konsentrasi terbesar terdapat pada cekungan Sumatera Selatan sebesar 183 TCF dan cekungan Barito sebesar 101,6 TCF (Stevens, 2003). Namun, Potensi sumber daya CBM yang besar tersebut hasil produksinya masih dalam estimasi dan belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya (Balitbang ESDM, 2005). Bayangkan bila semua reservoir tersebut bisa diproduksi, Indonesia tidak perlu khawatir kekurangan energi. Amerika pun saat ini mengalokasikan 10% kebutuhan energinya dari CBM.
Gas metana batubara terbentuk dengan beberapa tahapan. Selama tahap awal pembentukan batubara, metana biogenic trbentuk dari by-product respirasi bakteri. Bakteri aerobic terlebih dahulu memetabolis oksigen yang tersisa pada sisa-sisa tanaman dan sedimen sekitar. Namun, dalam lingkungan air tawar, produksi gas metana mulai terbentuk setelah oksigen habis (Rice dan Claypool, 1981). Spesies bakteri anaerobic kemudian mengurangi karbondioksida dan menghasilkan gas metana melalui pernapasan anerobik (Rice dan Claypool, 1981). Ketika batubara mencapai temperature sekitar 1220F, dan setelah beberapa lama, gas metana biogenic terbentuk. Pada waktu yang hamper bersamaan, sekitar dua pertiga kelembabannya dikeluarkan dan batubara telah mencapai tingkatan sub-bituminous (Rightmire, 1984).
Setelah batubara telah melebihi temperature 1220F berdasarkan gradient geothermal, proses termogenik mulai membentuk tambahan gas berupa karbondioksida, nitrogen, metana, dan air. Pada tahap ini, sejumlah hidrokarbon atau zat volatile meningkat dan mencapai coal rank bituminous (Rightmire, 1984). Kemudian setelah temperature lebih dari 2100F, produksi gas karbondioksida juga meningkat dengan sedikit penambahan gas metana. Produksi termogenik tidak melebihi produksi karbondioksida pada tingkatan batubaar volatile tinggi hingga mencapai temperature 250oF. pembentukan maksimum gas metana pada batubara bituminous terjadi pada temperature 300 F (Rightmire, 1984).
Berkut keuntungan dan kerugian dari CBM:
-->
Keuntungan CBM
Kerugian CBM
Memberikan jaminan pasokan gas terhadap pasar utama
Memerlukan area yang luas dipermukaan
Memungkinkan cara pengembangan lapangan bertahap
Memerlukan biaya pembangunan dan penanganan air
Produksi yang lama
Bertekanan rendah sehingga memerlukan jumlah sumur-sumur yang banyak
Lokasi berada di sumur-sumur dangkal
Biaya operasi & pengembangan sumur yang lebih tinggi
Berpotensi untuk penyimpanan permanen CO2
Produksi awal yang rendah

-->
-->





-->





















Mikropori batubara dalah tempat pemyimpanan gas metana dalam jumlah besar. Jadi, batubara dapat menyimpan gas jauh lebih banyak dibandingkan pada reservoir konvensional yang terkompresi pada tekanan di bawah 1000 psia. Selain itu, porositas cleat kecil, dan jika terdapat gas, maka hal tersebut tidak signifikan.
Terlihat dari grafik, bahwa pada tahap awal produksi CBM akan mengeluarkan banyak air terlebih dahulu dan menurun seiring dnegan waktu. Lalu Laju gas meningkat dengan waktu kemudian menurun kembali.

Perbandingan Produksi Gas Konvensional dan CBM (Hochheiser, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar